Kamis, 15 Maret 2012

Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Emosi Remaja

Nama : Nun Zuraini
NPM : 15510105
Kelas : 2PA04

Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Emosi Remaja

Masalah remaja adalah masa datangnya pubertas (sebelas sampai empat belas tahun) sampai usia sekitar delapan belas-masa tranisisi dari kanak-kanak ke dewasa. Masa ini hampir selalu merupakan masa-masa sulit bagi remaja maupun orang tuanya. Dan dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, dimana pada masa itu emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kalenjar. Namun tidak semua remaja menjalani masa badai dan tekanan, namun sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi usaha penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru. Pola emosi masa remaja yang secara normal dialami adalah : cinta atau kasih sayang, gembira, amarah, takut, sedih dan lain-lain perlu dicermati dan dipahami dengan baik (Hurlock, 1992).
Emosi bisa terjadi dalam berbagai keadaan psikologis. Bisa jadi Emosi muncul dikarenakan masalah dalam Keluarga pergaulan dengan teman, masalah sekolah, perubahan bagian-bagian tubuh, atau karena masalah sosial yang terjadi di sekelilingnya. Memahami emosi remaja adalah satu keperluan kepada orang dewasa ketika mendidik golongan remaja. Orang tua memahami keadaan anak yang sedang mengalami kegoncangan perasaan akibat pertumbuhan yang berjalan sangat cepat itu dengan segala keinginan, dorongan dan ketidakstabilan kepercayaan itu. Itulah sebabnya bentuk emosi pada zaman remaja banyak bergantung kepada apa yang dipelajarinya daripada masyarakat sekeliling. 
Perceraian orang tua seringkali berakhir menyakitkan bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk di dalamnya adalah anak-anak. Perceraian dan perpisahan orangtua menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi pembentukan perilaku dan kepribadian anak, termasuk juga mempengaruhi emosinya. 
   Berikut ini macam-macam teori emosi : 
1.Teori emosi menurut  James-Lange 
Emosi yang dirasakan adalah persepsi tentang perubahan tubuh. Salah satu dari teori paling awal dalam emosi dengan ringkas dinyatakan oleh Psikolog Amerika William James. Teori ini dinyatakan di akhir abad ke-19 oleh James dan psikolog Eropa yaitu Carl Lange, yang membelokkan gagasan umum tentang emosi dari dalam ke luar. Diusulkan serangkaian kejadian dalam keadaan emosi:
  (1) kita menerima situasi yang akan menghasilkan emosi,
  (2) kita bereaksi ke situasi tersebut,
  (3) kita memperhatikan reaksi kita.
Persepsi kita terhadap reaksi itu adalah dasar untuk emosi yang kita alami. Sehingga pengalaman emosi – emosi yang dirasakan – terjadi setelah perubahan tubuh; perubahan tubuh (perubahan internal dalam sistem syaraf otomatis atau gerakan dari tubuh) memunculkan pengalaman emosional.

2.Teori emosi menurut Cannon-Bard 
Emosi yang dirasakan dan respon tubuh adalah kejadian yang berdiri sendiri-sendiri. Di tahun I920-an, teori lain tentang hubungan antara keadaan tubuh dan emosi yang dirasakan diajukan oleh Walter Cannon, berdasarkan pendekatan pada riset emosi yang dilakukan oleh Philip Bard. Teori Cannon-Bard menyatakan bahwa emosi yang dirasakan dan reaksi tubuh dalam emosi tidak tergantung satu sarna lain, keduanya dicetuskan secara bergantian. Menurut teori ini, kita pertama kali menerima emosi potensial yang dihasilkan dari dunia luar; kemudian daerah otak yang lebih rendah, seperti hipothalamus diaktifkan. Otak yang lebih rendah ini kemudian mengirim output dalam dua arah:
(1) ke organ-organ tubuh dalam dan otot-otot eksternal untuk menghasilkan ekspresi emosi tubuh,
(2) ke korteks cerebral, dimana pola buangan dari daerah otak lebih rendah diterima sebagai emosi yang dirasakan.
Kebalikan dengan teori James-Lange, teori ini menyatakan bahwa reaksi tubuh dan emosi yang dirasakan berdiri sendiri-sendiri dalam arti reaksi tubuh tidak berdasarkan pada emosi yang dirasakan karena meskipun kita tahu bahwa hipothalamus dan daerah otak di bagian lebih bawah terlibat dalam ekspresi emosi, tetapi kita tetap masih tidak yakin apakah persepsi tentang kegiatan otak lebih bawah ini adalah dasar dari emosi yang dirasakan.

 3.Teori Kognitif tentang Emosi 
Teori ini memandang bahwa emosi merupakan interpretasi kognitif dari rangsangan emosional (baik dari luar atau dalam tubuh). Teori ini dikembangkan oleh Magda Arnold (1960), Albert Ellis (1962), dan Stanley Schachter dan Jerome Singer (1962). Berdasarkan teori ini, proses interpretasi kognitif dalam emosi terbagi dalam dua langkah: 
 1. Interpretasi stimuli dari lingkungan 
Interpretasi pada stimulus, bukan stimulus itu sendiri, menyebabkan reaksi emosional. 
 2. Interpretasi stimuli dari tubuh yang dihasilkan dari arousal saraf otonom
 Langkah kedua dalam teori kognitif pada emosi yaitu interpretasi stimulus dari dalam tubuh yang                  merupakan hasil dari arousal otonom. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar